1. Apa perlu surat
bukti (SBKRI) untuk membuktikan seseorang adalah warga negara Indonesia? 2.
Apakah penerbitan SBKRI terhadap WNI keturunan oleh Kantor Mentri Kehakiman
bisa dikategorikan pelanggaran HAM dan/atau diskrminasi mengingat WNI yang
bukan keturunan cukup dengan KTP untuk membuktikan kewarga-negaraannya?; 3.
Apakah seorang WNI keturunan bisa mencalonkan diri jadi presiden ( mengingat
Gus Dur mengakui dia ada keturunan Cina dari garis keturunan dari ibunya ); 4.
Apakah masih ada pembatasan baik secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi
untuk WNI keturunan, untuk masuk keperguruan tinggi negri seperti ITB, UI, UGM,
UNPAD dan lain-lain?; 5. Apakah di negara kita masih ada Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah dan SK. Menteri yang bersifat diskriminasi terhadap WNI keturunan?
1) Tidak
perlu. Ketentuan yang mempersyaratkan penggunaan SBKRI telah dihapus dengan
Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1996 Tentang Bukti Kewarganegaraan Republik
Indonesia, yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25
Tahun 1996 Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1996.
Pasal 4 Keppres No. 56 Tahun 1996 menentukan
sebagai berikut.
1. Untuk kepentingan tertentu yang memerlukan
bukti kewarganegaraan Republik Indonesia, isteri dan atau anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2, cukup mempergunakan Keputusan Presiden
mengenai pemberian kewarganegaraan suami/ayah atau ibunya beserta berita acara
pengambilan sumpah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, atau Kartu Tanda
Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran yang bersangkutan.
2. Bagi warga negara Republik Indonesia yang
telah memiliki Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran,
pemenuhan kebutuhan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup
menggunakan Kartu Tanda Penduduk, atau Kartu Keluarga, atau Akte Kelahiran
tersebut.
Pasal 5 Keppres No. 56
Tahun 1996 menetapkan bahwa dengan berlakunya Keppresi, maka segala peraturan
perundang-undangan yang untuk kepentingan tertentu mempersyaratkan SBKRI,
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Instruksi Mendagri No. 25 Tahun 1996
menetapkan bahwa Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, atau Kartu Tanda Penduduk
sebagai bukti diri WNI, serta menghapus semua produk hukum daerah yang
mewajibkan bagi isteri dan anak-anak, untuk kepentingan tertentu melampirkan
SBKRI.
2) Tidak.
Penerbitan SBKRI oleh Menteri Kehakiman bukan pelanggaran HAM dan bukan
diskriminasi.
Diskriminasi adalah
setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,
kelompok, golongan, status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik. yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar
dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya. dan aspek kehidupan lainnya (pasal 1 angka 3 UU No. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia).
Pelanggaran hak asasi
manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 angka 3 UU
No. 39 Tahun 1999).
Menjawab pertanyaan
Saudara, penerbitan SBKRI untuk WNI keturunan sebenarnya tidak perlu, apalagi
orang tua dari WNI keturunan sudah memiliki SBKRI. Namun demikian, dalam
kenyataannya WNI keturunan seringkali merasa perlu untuk memiliki SBKRI. Dalam
berbagai hal, pada kenyataannya WNI keturunan sering dimintakan SBKRI, yang
mana apabila dikaji lebih lanjut, bisa jadi telah terjadi diskriminasi dan
pelanggaran HAM disini. Pasal 26 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 menentukan bahwa
setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya dan tanpa diskriminasi
berhak menikmati hak-hak yang bersumber dan melekat pada
kewarganegaraannya serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keharusan
menyertakan SBKRI dalam melakukan berbagai perbuatan (misalnya untuk mengurus
paspor, KTP, dan sebagainya) itulah yang dapat menimbulkan pelanggaran
HAM/diskriminasi di mana seharusnya setiap WNI memiliki hak untuk mendapatkan
pengakuan yang sama sebagai WNI. Dengan kata lain, seseorang yang telah
memiliki status WNI tidak memerlukan SBKRI. Mengenai penerbitan SBKRI itu
sendiri, bukanlah diskriminasi dan bukan pelanggaran HAM karena diterbitkan
atas dasar permohonan yang bersangkutan.
3) Dapat.
Warga Negara Indonesia keturunan bisa mencalonkan diri jadi presiden. Pasal 6
ayat (1) UUD 1945 dan pasal 5 huruf b UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden menentukan bahwa calon presiden harus warga
Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain karena kehendaknya sendiri. Sepanjang memenuhi syarat tersebutl WNI
keturunan bisa mencalonkan diri menjadi presiden.
4) Setahu
kami tidak ada pembatasan secara terang-terangan untuk masuk perguruan tinggi
negeri seperti ITB, UI, UGM, UNPAD dan lain-lain. Mengenai pembatasan secara
sembunyi-sembunyi atau terselubung, kami tidak mengetahuinya.
5) Tidak
ada UU, PP, dan SK Menteri yang bersifat diskriminatif. Sebagai tambahan, Anda
dapat melihat UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang No. 39
Tahun 1999, serta Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang
Dasar 1945
2. UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
3. UU
No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,
4. UU
No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,
5. UU
No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
6. Undang-undang
No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
7. Keputusan
Presiden No. 56 Tahun 1996 Tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
8. Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden
No. 56 Tahun 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar