A. Perkawinan Campuran
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan
campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam
Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu
pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Selama hampir setengah abad pengaturan
kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan
warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring
berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan
para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan
anak.
Menurut teori hukum perdata internasional,
untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu
dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah
perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan
ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai
anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan
Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan
untuk memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir
dari perkawinan campuran.
B. Permasalahan yang Timbul
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam
perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak.UU kewarganegaraan yang
lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari
perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU
tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya.
Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang
tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga
negara asing.
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru,
sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status
hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan”.
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia
memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi
pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum
apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan
hidup.Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban
dalam lalu lintas hukum.Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam
lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan
untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.
Dengan demikian anak dapat dikategorikan
sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.Seseorang yang
tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam
melakukan perbuatan hukum.Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki
kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga
tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan
yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU
Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk
dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada
dua yurisdiksi hukum.
C. Kewarganegaraan Ganda
Bila dikaji dari segi hukum perdata
internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya
dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas,
maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila
ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan
maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum
negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu
akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu
melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan,
menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu
dipenuhi.Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka
harus memuhi kedua syarat tersebut.Syarat materil harus mengikuti hukum
Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan
dilangsungkan.Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan
darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal
tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari
negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan
mana yang harus diikutinya.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang,
dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas
kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan.Dalam penentuan kewarganegaraan
didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli danius
sanguinis.Ius artinya hukum atau dalil.Soli berasal dari kata solum yang
artinya negari atau tanah.Sanguinis berasal dari kata sanguis yang
artinya darah.Asas Ius Soli; Asas yang menyatakan bahawa
kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut
dilahirkan.Asas Ius Sanguinis; Asas yang menyatakan bahwa
kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Selain dari sisi kelahiran, penentuan
kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupa asas
kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.Asas persamaan hukum didasarkan
pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai
inti dari masyarakat.Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri
perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah
kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan ststus kewarganegaraan suami
dan istri adalah sama dan satu.
Penentuan
kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem
kewarganegaraan bagi seorang warga.Secara ringkas problem kewarganegaraan
adalah munculnya apatride dan bipatride.Appatride adalah
istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.Bipatride adalah
istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap
dua).Bahkan dapat muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang
memiliki kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2).
D. Undang-Undang yang Mengartur Warga
Negara
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang
warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia.Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.Dalam Undang-Undang
dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh
memalului pewarganegaraan.
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai
berikut: telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu
mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa
Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan
memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda,
mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang
pewarganegaraan ke Kas Negara.
Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya; memperoleh
kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau melepaskan
kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu, dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat
tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik
Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan, masuk dalam dinas tentara asing
tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden, secara sukarela masuk dalam dinas
negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undngan hanya dapat dijabat oleh warga negara
Indonesia, secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada
negara asing atau bagian dari negara asing tersebut, tidak diwajibkan tapi
turut serta dalam pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk suatu
negara asing, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara
asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya, bertempat tinggal diluar wilayah negara
republic Indonesia selama 5 (liama0 tahun berturut-turut bukan dalam rangaka
dinas negara, tanpa alas an yang sah dan dengan sngaja tidak menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonedia sebelum jangka waktu
5(liama) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernytaaan ingin tetap menjadi warga Negara
Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara
tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.