Jumat, 16 Januari 2015

SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA UKM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pada perkembangan teknologi di era globalisasi ini telah mengalami perubahan yang cukup pesat. kenyataannya, perancangan, penerapan dan pengoperasian SIM tidak mudah. Ada beberapa faktor yang membuat SIM menjadi semakin diperlukan, antara lain bahwa manajer harus berhadapan dengan lingkungan bisnis yang semakin rumit. Salah satu alasan dari kerumitan ini adalah semakin meningkatnya dengan munculnya peraturan dari pemerintah.

UKM sering dihadapkan pada masalah perencanaan dan pengendalian persediaan dan keuangan, terutama karena kurangnya informasi yang mendukung pengambilan keputusan. Salah satu penyebabnya adalah tidak memadainya sistem pencatatan transaksi yang berhubungan dengan pembelian, penjualan, persediaan dan kas yang dapat digunakan sebagai sumber informasi.
Di lingkungan bisnis bukan hanya rumit tetapi juga dinamis. Oleh sebab itu, manajer harus membuat keputusan dengan cepat terutama dengan munculnya masalah manajemen dengan munculnya pemecahan yang memadai.

Penerapan sistem informasi pada UKM oleh banyak pelaku bisnis dapat meningkatkan daya saing melalui nilai tambah pada produk dan layanan yang dihasilkannya. Dan bergantung pada aspek kemampuan sumber daya manusia. Semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi, semakin tinggi pemanfaatan sistem informasi. Kendati demikian, penerapan sistem informasi merupakan keharusan agar UKM bisa bersaing dan meningkatkan usahanya.

Dengan demikian, jika kita ingin menghasilkan suatu sistem informasi tepat guna bagi usaha kecil dan menengah yang bergerak di sektor perdagangan eceran, yang mengintegrasikan aktivitas pembelian, penjualan, dan pengendalian persediaan. Ini berkaitan dengan diidentifikasinya masalah yang sering dihadapi oleh pengelola usaha perdagangan kecil berkaitan dengan ketiadaan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan, yang berpotensi menyebabkan kerugian bahkan kebangkrutan.

Maka hal ini akan sulit jika suatu kegiatan usaha kecil dan menengah tidak menggunakan suatu sistem informasi manajemen karena dengan kata lain, SIM  adalah sistem informasi yang digunakan untuk menyajikan informasi untuk mendukung operasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi yang menggunakan suatu sistem berbasis komputer untuk beberapa pemakai dengan kebutuhan yang sama. Para pemakai biasanya membentuk suatu entitas organisasi formal, perusahaan atau sub unit dibawahnya.

1.2  Rumusan Masalah
Penjabaran dari subbab Latar Belakang meyimpulkan beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah agar perencanaan suatu Sistem Informasi Manajemen dalam Usaha Kecil dan Menengah bisa tepat guna?
2.      Bagaimanakah fungsi dari Sistem Informasi Manajemen dalam kegiatan Usaha Kecil dan Menengah di sektor perdagangan ?
3.      Kesulitan apakah yang dihadapi oleh pelaku Usaha Kecil dan Menengah dalam pengendalian persediaan dan keuangan?
4.      Apa sajakah kelebihan dan kekurangan dari Sistem Informasi yang diaplikasikan di dalam kegiatan UKM?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini mencakup perencanaan serta pertimbangan yang harus dipikirkan di dalam suatu kegiatan UKM agar berkembang pesat dengan menggunakan sistem informasi.

1.4  Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam materi “Sistem Informasi dan Manajemen dalam Usaha Kecil dan Menengah”. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi era globalisasi yang semakin bersaing dari segi sistem informasi, maupun dari teknologi.



LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang dirancang untuk menyediakan informasi guna mendukung pengambilan keputusan pada kegiatan manajemen dalam suatu organisasi. SIM juga merupakan Definisi SIM menurut (Scott, 1986) yaitu :

“SIM adalah sub sistem informasi yang komprehensif, terkoordinir dan terintegrasi secara rasional dimana data diubah menjadi informasi dengan berbagai cara untuk meningkatkan produktivitas yang sesuai dengan gaya, tingkah laku, dan karakteristik manajer dengan dasar kriteria-kriteria kualitas yang ada.”

Definisi SIM menurut (Kroenke, 1989) “SIM  adalah  pengembangan  dan  penggunaan  sistem  informasi  yang  efektif  di  dalam  organisasi.”

Definisi SIM menurut (Parker, 1989) “SIM atau sistem informasi adalah sistem apapun yang memberikan baik data maupun informasi yang berhubungan dengan operasi organisasi kepada manusia.”
Dari ketiga pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa SIM merupakan suatu sistem yang saling berhubungan yang dirancang sedemikian rupa baik data maupun informasi yang berkualitas dan efektif dan mempunyai tujuan yang sama di dalam suatu organisasi.

Nilai Informasi suatu informasi dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya mendapatkannya dan sebagian besar informasi tidak dapat tepat ditaksir keuntungannya dengan satuan nilai uang, tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.

2.2  Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”

Dan juga mempunyai kriteria Usaha Kecil yaitu Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah.

Adapun Ciri-Ciri Usaha Kecil yaitu :
a.       Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah
b.      Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah
c.       Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha
d.      Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP
e.       Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha
f.       Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal
g.      Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning

Peranan UKM dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu :
1. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
2. Departemen Koperasi dan UKM

Namun demikian, usaha pengembangan yang sudah dilakukan masih belum memuaskan hasilnya, kemajuan yang dicapai usaha besar sangat kecil kemungkinannya.

Dengan menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar di dalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar akibat dampak globalisasi. Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan UKM semakin mendesak dan sangat strategis untuk  mengangkat perekonomian rakyat, maka dengan adanya UKM diharapkan dapat tercapai di masa mendatang.

2.3  Klasifikasi UKM
UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1.      Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.
2.      Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3.      Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
4.      Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan, perlu menggabungkan keunggulan local (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas.

2.4  Penjualan
Penjualan merupakan salah satu fungsi dari pemasaran atau merupakan bagian dari kegiatan pemasaran. Menurut J.B. Heckert (1981; 263) menyatakan bahwa pengertian penjualan adalah “A  primary  activities  that will increase  an  organization’s  income”.

Penjualan sangat penting dan sangat berpengaruh karena suatu pemasaran untuk dapat memasarkan produknya yaitu dengan cara menjual produk tersebut. Dan apabila penjualan tidak dapat dilakukan dengan baik maka pemasarannya pun akan tidak berjalan dengan semestinya. Adapun kegiatan seperti menjual terbagi dalam dua cara yaitu :
1.      Penjualan secara kredit yaitu penjualan yang pembayarannya dilakukan beberapa kali yaitu cicilan atau dibayar sekaligus pada waktu jatuh tempo dan terkadang didahului dengan uang muka. Penjualan dengan kredit akan menimbulkan piutang usaha (Account Receivable) transaksi tersebut dicatat sebagai debit pada perkiraan piutang usaha dan kredit pada perkiraan penjualan.
2.      Penjualan secara tunai yaitu penjualan yang dilakukan dengan cara mewajibkan pembeli melakukan pembayaran barang terlebih dahulu sebelum barang yang dipesan diserahkan oleh perusahaan kepada konsumen.

PEMBAHASAN TEORI

3.1 Perkembangan UKM
UKM merupakan potensi yang sangat dan strategis  dalam perekonomian nasional.  Karena selain memiliki jumlah yang besar, UKM juga menyebar hingga ke pelosok pedesaan. UKM juga menghadapi berbagai permasalahan yang cukup krusial.  Secara spesifik setidaknya terdapat empat permasalahan eksternal, yang merupakan problem klasik yang dihadapi UKM.  Keempat permasalahan internal tersebut adalah :
1.      Terbatasnya penguasaan dan pemilikan aset produksi, terutama permodalan.
2.      Rendahnya kemampuan sumber daya manusia.
3.      Ditinjau dari konsentrasi pekerjaan sumberdayanya, pengembangannya terhambat oleh konsentrasi rakyat di pedesaan yang bergerak pada sektor pertanian.
4.      Kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal dalam penyediaan fasilitas bagi kegiatan ekonomi rakyat.

Sementara kedelapan permasalahan eksternal yang dimaksud adalah :
1)      Terbatasnya pengakuan dan jaminan keberadaan UKM;
2)      Kesulitan mendapatkan data yang jelas dan pasti tentang jumlah dan penyebaran UKM;
3)      Alokasi kredit sebagai aspek pembiayaan masih sangat timpang, baik antar golongan, antar wilayah, dan antar desa-kota;
4)      Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakterisitik sebagai produk-produk fashion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek;
5)      Rendahnya nilai tukar komoditi yang dihasilkan;
6)      Terbatasnya akses pasar;
7)      Terdapatnya pungutan-pungutan atau biaya siluman yang tidak proporsional;
8)      Munculnya ekonomi dengan berbagai implikasinya.

Beberapa problem lain yang juga tak kalah seriusnya, antara lain, mekanisme perencanaan dari atas ke bawah yang tidak efektif untuk mengatasi detail-detail problematika faktual yang dihadapi UKM;  perumusan program yang tidak terkait dengan pra kondisi dasar pemberdayaan ekonomi rakyat (yakni mentalitas enterpreneurship);  masih adanya kelompok-kelompok kepentingan di lingkaran kekuasaan; hingga jaring krupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masih kuat.

Globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia telah membuka kesempatan bagi perusahaan-perusahaan di seantero dunia, terutama negara-negara sedang berkembang, dengan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan tingkat kompetitifnya.  Namun demikian, agaknya bagi UKM masih terdapat kesulitan untuk mengakses, memanfaatkan, dan menguasai teknologi.  Padahal dengan atau akuisisi teknologi (technology acquisition) secara baik, akan didapatkan efektivitas dan efisiensi dalam soal waktu, biaya, dan resiko, terutama dalam mengembangkan perusahaan UKM yang profesional.  Akuisisi teknologi merentang dalam berbagai bentuk, mulai dari aspek pembelanjaan (purchases), franchising, licensing, hingga aliansi strategis antara perusahaan dengan pihak yang menguasai program-program teknologi dalam konteks transfer teknologi.  Namun demikian, efektivitas transfer teknologi, tidak saja bergantung pada aksesbilitas dan hal-hal yang terkait dengan penguasaan teknologi semata, namun juga harus melihat kondisi permintaan lokal (local demand condition) dan kemampuan untuk menentukan skala prioritas teknis pembangunan dan kemampuan manajerial, yang mampu menyerap dan mengelola implementasi penguasaan teknologi tersebut.

Penguasaan teknologi, terkait dengan segala aspek yang menyertai pengembangan UKM, dari mulai pengadaan bahan baku, pengolahan dan peningkatan mutu produk, distribusi, dan kelayakan atas kondisi pasar yang ada.  Dengan demikian, diharapkan UKM akan semakin efektif dan efisien, memenuhi kebutuhan skala lokal, bahkan jika memungkinkan juga kebutuhan dalam skala internasional.

Rintangan klasik dalam upaya penguasaan teknologi adalah kurangnya kapasitas lokal dan keahlian untuk menyeleksi, memperoleh, mengadaptasi, dan mengasimilasi teknologi, seiring dengan keterbatasan dan kekurangan sarana finansial, sebagaimana pula dalam penguasaan informasi.  Tidak banyak UKM yang telah memiliki kapasitas jaringan dan monitoring yang memungkinkan mereka untuk mampu mengakses informasi secara baik.  Padahal, biasanya UKM bisa menentang kehadiran resiko lebih parah, bila mereka mampu melakukan inovasi-inovasi yang didasarkan pada teknologi baru.

Walaupun memiliki keterbatasan, format baru yang dikembangkan dengan memakai teknologi yang tepat, merupakan awal yang baik bagi tumbuhnya pendapatan yang akan diperoleh perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.  Gambaran umum atas format baru yang dimaksud, terkait dengan kemampuan untuk mengembangkan produk-produk baru, dengan melibatkan teknologi dan proses-proses yang terkait dengannya, atau dengan memproduksi dan memasarkan produk baru tersebut.

Dalam konteks penguasaan bio-teknologi dan informasi pengembangan teknologi terbaru, diperlukan kerjasama antara perusahaan-perusahaan UKM lokal dengan perusahaan-perusahaan asing (foreign firms) yang berkembang dalam konteks hubungan antar-negara Utara-Selatan (North-South) dan Selatan-Selatan (South-South).  Kerjasama dan pengembangan jaringan antara perusahaan dan lembaga riset dan teknologi antara Selatan dan Utara-Selatan telah menjadi hal yang menggejala.  Contoh yang baik dalam konteks ini, misalnya tipe jaringan (network) yang dikembangkan oleh Agricultural Research and Extension Network (RDFN), dan Cassava Biotechnology Network (CBN).

Agaknya sudah menjadi catatan umum bahwa transfer teknologi telah menjadi proses penting, dan merupakan kunci bagi perusahaan UKM, dalam konteks penguatan dan pengembangan inovasi, serta kapabilitas perusahaan dalam menumbuhkan industri dan kompetisi internasional.  Dengan mempelajari teknologi, bagaimanapun, tidak akan menempatkan mereka dalam isolasi atau ketertutupan dengan yang lain.  Lebih dari itu, perspektif inovasi teknologi membuat mereka mampu berinteraksi dalam dan antar- perusahaan, dengan para supplier, para rekanan (clients), serta struktur pendukung lokal (local support structures), seperti lembaga litbang dan produktivitas, lembaga kredit, universitas, dan para pembuat kebijakan (policy maker).

Peran pemerintah dalam hal ini amatlah signifikan.  Pemerintah sebagai fasilitator, memungkinkan untuk menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan dan penguasaan teknologi, serta merangsang berbagai inovasi atas penguasaan teknologi tersebut, serta yang utama ialah menumbuhkan semangat belajar untuk menguasai teknologi baru yang berkembang demikian cepat.  Kendalanya, selama ini berbagai perusahaan dengan tingkat yang berbeda-beda mencoba mempelajari sendiri penguasaan teknologi, sehingga hasilnya adalah kesulitan untuk menetapkan strategi inovasi.  Dalam konteks ini unsur fleksibilitas memang penting, terutama dalam konteks kebijakan yang dinamis.  Dibutuhkan interaksi antara penentu kebijakan dengan aktor UKM dalam mengembangkan proses pengembangan UKM berbasis teknomogi yang terkati erat dengan investasi dan pemasaran.

Dalam menata dan mengembangkan kapabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, dan klaster-klaster.  Hal ini memungkinkan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial.  Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif.

Struktur pendukung teknis dan komersial, semisal laboratorium litbang, pusat transfer teknologi, fasilitas kontrol kualitas, dan agensi promosi ekspor, haruslah dikembangkan secara seksama.  Demikian pula menyoal penciptaan desain dalam memperoleh dan memanfaatkan informasi atas jasa teknologi, kaitannya dengan pengembangan UKM.  Dukungan atas struktur teknis dan komersial di atas, memerlukan identifikasi atas kebutuhan, kesesuaian, adaptasi, dan aspek follow-up-nya dalam konteks post-transfer teknologi.  Dalam hal ini, masing-masing negara berkesempatan untuk mengembangkan UKM dengan selalu memperhatikan perkembangan teknologi yang ada, tentu saja bila tak mau ketinggalan dengan yang lain.

3.1  Perencanaan dan Pengendalian
Perencanaan dan pengendalian persediaan dan keuangan, terutama karena kurangnya informasi yang mendukung pengambilan keputusan. Salah satu penyebabnya adalah tidak memadainya sistem pencatatan transaksi yang ber hubungan dengan pembelian, bidang penjualan, persediaan, dan kas, yang dapat digunakan sebagai sumber informasi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bermaksud untuk mendesain sistem informasi yang dapat digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan.

3.2  Sektor Perdagangan
Terdapat beberapa metode yang biasa dilakukan oleh suatu organisasi atau institusi bisnis dalam membangun dan mengelola Sistem Informasi yakni, insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Akan tetapi, keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi untuk membangun dan mengelola sistem informasi dengan baik menyebabkan maraknya penggunaan jasa outsourcing atau pihak ketiga (vendor) untuk membangun dan mengelola sistem informasi dalam perusahaan.

Berkaitan dengan beberapa hal yang diuraikan diatas, dalam kesempatan yang baik ini, penulis akan membahas mengenai pengadaan sistem informasi secara outsourcing pada UKM.

3.3  Kelebihan dan Kelemahan Sistem Informasi manajemen dalam UKM

v  Kelebihan Sistem Informasi Manajemen :
·         Umumnya sistem informasi yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan karena karyawan yang ditugaskan mengerti kebutuhan sistem dalam perusahaan.
·         Biaya pengembangannya relatif lebih murah karena hanya melibatkan pihak perusahaan.
·         Sistem informasi yang dibutuhkan dapat segera direalisasikan dan dapat segera melakukan perbaikan untuk menyempurnakan sistem tersebut.
·         Sistem informasi yang dibangun sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dan dokumentasi yang disertakan lebih lengkap.
·         Mudah untuk melakukan modifikasi dan pemeliharaan (maintenance) terhadap sistem informasi karena proses pengembangannya dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut.
·         Adanya insentif tambahan bagi karyawan yang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan sistem informasi perusahaan tersebut.
·         Lebih mudah melakukan pengawasan (security access) dan keamanan data lebih terjamin karena hanya melibatkan pihak perusahaan.
·         Sistem informasi yang dikembangkan dapat diintegrasikan lebih mudah dan lebih baik terhadap sistem yang sudah ada.
·         Pengembangan Sistem Informasi dilakukan oleh internal sehingga penerapannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
·         Respon yang cepat bila terjadi masalah dalam Sistem Informasi sehingga pihak perusahaan langsung dapat langsung mengkordinasikan dengan karyawan internal.
·         Proses pengembangan sistem dapat dikelola dan dikontrol sebab dikerjakan oleh pihak internal sendiri.
·         Dapat dijadikan sebagai keunggulan kompetitif sebab sekaligus menunjukkan kemandirian dalam berusaha dan menambah rasa percaya diri perusahaan akan kemampuannya sebab dikerjakan oleh internal perusahaan.
·         Rasa ikut memiliki yang dimiliki oleh pihak karyawan sehingga dapat mendukung pengembangan sistem yang sedang dijalankan dan tidak adanya konflik kepentingan bila dibandingkan dengan outsourcing.
·         Perusahaan memiliki jaminan maintainance tanpa adanya ikatan kontrak
·         Cocok untuk pengembangan sistem dan proyek yang kompleks
·         Kedekatan departemen yang mengelola Sistem Informasi dengan end-user sehingga akan mempermudah dalam mengembangkan sistem sesuai dengan harapan.
·         Pengambilan keputusan yang dapat dikendalikan oleh perusahaan sendiri tanpa adanya intervensi dari pihak luar
v  Kelemahan Sistem Informasi Manajemen :
·         Keterbatasan jumlah dan tingkat kemampuan SDM yang menguasai teknologi informasi.
·         Pengembangan sistem informasi membutuhkan waktu yang lama karena konsentrasi karyawan harus terbagi dengan pekerjaan rutin sehari-hari sehingga pelaksanaannya menjadi kurang efektif dan efisien.
·         Perubahan dalam teknologi informasi terjadi secara cepat dan belum tentu perusahaan mampu melakukan adaptasi dengan cepat sehingga ada peluang teknologi yang digunakan kurang canggih (tidak up to date).
·         Membutuhkan waktu untuk pelatihan bagi operator dan programmer sehingga ada konsekuensi biaya yang harus dikeluarkan.
·         Adanya demotivasi dari karyawan ditugaskan untuk mengembangkan sistem informasi karena bukan merupakan core competency pekerjaan mereka.
·         Kurangnya tenaga ahli (expert) di bidang sistem informasi dapat menyebabkan kesalahan persepsi dalam pengembangan distem dan kesalahan/resiko yang terjadi menjadi tanggung jawab perusahaan (ditanggung sendiri).
·         Perlu waktu yang lama untuk mengembangkan sistem karena harus dimulai dari nol.
·         Sumberdaya internal yang kurang pengalaman dan pengetahuan sehingga menyebabkan resiko kesalahan pada system.
·         Resiko kerugian ditanggung sendiri oleh pihak perusahaan sehingga menyebabkan kerugian yang lebih besar.
·         Kemungkinan program mengandung bug sangat besar.
·         Ketidakterlibatan pihak end user dapat menyebabkan kemungkinan gagalnya Sistem Informasi seperti yang diharapkan dan sesuai dengan kebutuhan.
·         Kesulitan para pemakai dalam menyatakan kebutuhan dan kesukaran pengembangan memahami mereka dan seringkali hal ini membuat para pengembang merasa putus asa.
·          Adanya hambatan dana dari pihak manajemen yang diusulkan oleh divisi khusus (menangani Sistem informasi).
·         Batasan biaya dan waktu yang tidak jelas karena tidak adanya target yang ditetapkan sehingga sulit untuk diprediksi oleh perusahaan
·         Perubahan budaya yang sulit jika diatur oleh karyawannya sendiri

Contoh dari Usaha Kecil yaitu :
§  Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja
§   Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya
§  Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan
§  Peternakan ayam, itik dan perikanan
§  Koperasi berskala kecil

Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, dimasing-masing Propinsi atau Kabupaten / Kota.
Pengembangan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik dalam sektor tradisional maupun modern.

Fungsi / Manfaat Sistem Informasi Manajemen
Berdasarkan pada pendapat dari beberapa ahli di atas, maka terlihat bahwa tujuan dibentuknya Sistem Informasi Manajemen atau SIM adalah agar organisasi memiliki informasi yang bermanfaat di dalam suatu pembuatan keputusan manajemen, baik yang meyangkut keputusan-keputusan rutin maupun keputusan-keputusan yang strategis.

Sehingga SIM adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Fungsi dan manfaat dari suatu sistem informasi adalah sebagai berikut :
1.      Meningkatkan aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat bagi para pemakai, tanpa mengharuskan adanya prantara sistem informasi.
2.      Menjamin tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan sistem informasi secara kritis.
3.      Mengembangkan proses perencanaan yang efektif.
4.      Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem informasi.
5.      Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi.
6.      Mengantisipasi dan memahami konsekuensi-konsekuensi ekonomis dari sistem informasi dan teknologi baru.
7.      Memperbaiki produktivitas dalam aplikasi pengembangan dan pemeliharaan sistem.
8.      Organisasi menggunakan sistem informasi untuk mengolah transaksi-transaksi, mengurangi biaya dan menghasilkan pendapatan sebagai salah satu produk atau pelayanan mereka.
9.      Bank menggunakan sistem informasi untuk mengolah cek-cek nasabah dan membuat berbagai laporan rekening koran dan transaksi yang terjadi.

SIMPULAN DAN SARAN
4.1  Simpulan
Agar informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat berguna bagi manajamen, maka analis sistem harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi yang dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat (level) manajemen dan tipe keputusan yang diambilnya.

Dan dalam menata dan mengembangkan kapabilitas lokal untuk mentransfer teknologi dan inovasi, dibutuhkan kolaborasi, jaringan, dan klaster-klaster.  Kemungkinan perusahaan UKM untuk memperhitungkan tingkat resiko dan biaya, dalam mengakses pasar, baik yang terkait dengan perusahaan kecil, sedang (menengah), dan besar, juga dalam konteks tukar-menukar informasi (sebagai contoh, dalam hal pengembangan teknologi dan pemasaran produk-produk alami) serta hubungan komersial.  Dengan demikian, sesungguhnya UKM amat potensial untuk berpartisipasi atau terlibat dalam pasar internasional yang demikian kompetitif.

4.2  Saran
Menurut saya, sistem informasi manajemen masih belum tertata dengan baik di Indonesia.
Karena ruang lingkup untuk usaha kecil dan menengah (UKM) tidak banyak menggunakan metode insourcing, cosourcing, danoutsourcing. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya tersendiri, sehingga tidak ada metode yang mutlak lebih baik dibandingkan dengan metode lainnya. Perencanaan dan pengendalian dapat digunakan untuk aktivitas pembelian, penjualan, dan persediaan.

PENUTUP
Dari semua penjelasan yang ada pada Bab Pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari seluk beluk Sistem Informasi Manajemen di Indonesia sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat khususnya tidak bisa dipisahkan dalam dunia bisnis, tetapi juga bisa sangat merugikan bagi kita maupun masyarakat luas jika kita tidak memahami seluk beluk tersebut. Didalam Laporan ini kami juga mengetahui bagai mana pentingnya mempelajari hal tersebut dan jangan sampai tertinggal dengan arus globalisasi perekonomian yang semakin berkembang.

http://noorrahmatiwi07.blogspot.com/2013/06/sistem-informasi-manajemen-dalam-usaha.html

KORUPSI DALAM SUDUT PANDANG SIA &SPI

LANDASAN TEORI/LATAR BELAKANG
Pemberantasan korupsi sebagai upaya terwujudnya good governance dapat lebih cepat tercapai dengan dukungan dan upaya dari semua pihak. Pemerintah, Penegak hukum, Pihak swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat dan rakyat itu sendiri mempunyai tanggungjawab dalam upaya pemberantasan korupsi, termasuk disini peran akuntan yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi. Secara jelas dapat diketahui bahwa tindakan korupsi dalam suatu kegiatan ekonomi dapat diketahui dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai auditor keuangan. Kasus korupsi terungkap dimulai laporan atau rekomendasi dari akuntan akan adanya penyimpangan dari laporan keuangan yang diindikasikan adanya kerugian Negara.
Selain peran diatas, akuntan mempunyai banyak peran dalam upaya pemberantasan kasus korupsi. Peran akuntan tersebut dibagi menjadi peran pasif dan peran aktif, dimana peran aktif merupakan upaya pemberantasan korupsi secara tidak langsung yang dilakukan oleh seorang akuntan. Sedangkan peran aktif merupakan upaya pemberantasan korupsi secara langsung yang dilakukan oleh akuntan dengan menemukan indikasi kerugian Negara melalui pemeriksaan laporan keuangan.
Peran Pasif
1. Peningkatan Kapasitas dan Profesionalitas Akuntan
    Peran akuntan dilihat dari sudut pandang mikro dimana akuntan dituntut untuk menjunjung tinggi kapasitas moral dan profesionalisme. Sesuai dengan standar profesi akuntan publik dalam standar umum bahwa akuntan dituntut untuk:
    1. Memiliki kecakapan dan pelatihan yang cukup;
    2. Memiliki sikap mental yang independen;
    3. Bersikap professional.
    Peningkatan kapasitas dan profesionalitas ini sangat penting dalam pemberantasan korupsi karena upaya pemberantasan korupsi harus dimulai dari diri akuntan itu sendiri sebelum melakukan upaya pemberantasan korupsi terhadap pihak lain. Bebarapa kasus yang terjadi di dunia ini seperti kasus enron merupakan contoh yang nyata bahwa keterlibatan akuntan dalam kecurangan laporan keuangan. Dengan moral yang kuat dan profesinalisme dalam melakukan proses pemeriksaan laporan keuangan maka akuntan tidak mudah menerima suap untuk memberikan opini yang tidak benar dan tidak melaporkan adanya kecurangan laporan keuangan yang ditemukannya. Inilah pentingnya peran seorang akuntan untuk menjaga moral, kapasitas dan profesionalisme agar  tidak terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam tindakan korupsi.
    2. Analisa Pembelajaran Pemberantasan Korupsi Terhadap Public
      Pada dasarnya upaya pemberantasan korupsi menjadi tanggung jawab semua pihak, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM), lembaga ombudsman, dan masyarakat, tetapi sedikit dari mereka yang mempunyai pengetahuan dan memahami mengenai akuntansi, informasi yang terkandung dalam laporan keuangan dan pemeriksaan keuangan yang paling sederhana. Peran akuntan disini memberikan pembelajaran kepada publik,bagaimana memahami informasi yang terkandung dalam laporan keuangan dan melakukan pemeriksaan secara sederhana.
      Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat akan pemeriksaan keuangan pada tingkat yang paling sederhana, masyarakat akan terbiasa dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Masyarakat akan mampu melakukan pengawasan terhadap kinerja dan keuangan pemerintah dengan sendirinya. Kondisi tersebut akan meningkatkan pengawasan publik terhadap pemerintah yang sangat mendukung iklim untuk memberantas korupsi yang mendukung terciptanya iklim good governance.
      Selain itu akuntan yang berprofesi sebagai akedemisi (dosen) mempunyai tanggung jawab untuk membina secara moral dan memberikan pengetahuan yang memadai kepada mahasiswa (calon akuntan) yang diajarnya. Penting bagi akuntan untuk tetap menjaga regenerasi akuntan agar tetap terjaga keahlian dan sikap mental yang independen agar terjaga kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
      3. Solusi Penyusunan Standar yang Mendukung Pemberantasan Korupsi
        Pemberantasan korupsi harus didukung dengan peraturan-peraturan maupun standar yang mampu untuk mencegah dan mengurangi tindak korupsi. Peran akuntan dalam penyusunan peraturan tersebut dapat diberikan melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam lembaga tersebut akuntan dapat membuat peraturan maupun standar laporan keuangan yang akan meningkatkan akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan.
        Peran Aktif
        1. Terlibat dalam Pemerintahan
          Akuntan sebenarnya memiliki peran yang sangat penting dalam pemerintahan. Akan tetapi selama ini akuntan banyak yang kurang berminat untuk masuk kedalam pemerintahan. Dalam hal pemberantasan korupsi, sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan oleh akuntan. Upaya yang dapat dilakukan akuntan dalam pemerintahan dalam hal pemberantasan korupsi adalah:
          Membangun struktur pengendalian intern yang baik dan efektif dalam pemerintahan.
            Awal mula pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan membuat sistem pengendalian yang kuat dalam pemerintah. Dengan pengendalian yang kuat diharapkan akan menciptakan kendalan pelaporan keuangan, efisiensi dan efektifitas operasianal, dan pemenuhan ketentuan hukum dan regulasi yang bisa diterapkan.
            Memperbaiki sistem akuntansi dalam pemerintah untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.
              Kasus korupsi yang sering terjadi di pemerintahan terdapat siklus penerimaan dan pengeluaran kas. Akuntan berperan untuk membangun atau memperbaiki sistem akuntansi pada siklus tersebut. Berikut ini peran yang bisa dilakukan oleh akuntan adalah sebagai berikut:
              • Memperbaiki sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahan. korupsi terbesar sebenarnya terjadi pada proses ini. Salah satu contoh perbaikan di sistem pengadaan barang dan jasa adalah dengan penerapan e-procurement.
              • Memperbaiki sistem perpajakan nasional. Dengan sistem perpajakan yang baik, kekayaan para pejabat negara dapat ditelusuri asal-usulnya. Selain itu dengan sistem perpajakan yang baik kebocoran pajak dapat ditekan seminimal mungkin.
              Mengisi posisi keuangan dengan akuntan yang profesional
              Upaya lain yang dapat dilakukan akuntan dalam berperan aktif pemberantasan korupsi dengan membuat laporan keuangan yang akuntabel dan transparan. Akuntan dalam membuat laporan keuangan harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Dengan pemenuhan standar tersebut maka akan mengurangi adanya tindak korupsi.
              2. Dukungan Teknis Kepada Gerakan atau Lembaga Anti Korupsi.
                Dukungan teknis yang sangat mungkin dilakukan oleh seorang akuntan dengan bertindak sebagai seorang pemeriksa (Auditor). Akuntan dapat berperan sebagai Auditor publik atau auditor pemerintah (auditor pajak, auditor BPKP dan Auditor BPK).
                Dalam upaya pemberantasan korupsi auditor tidak bisa menggunakan teknik audit konvensional, namun diperlukan metode baru yang lebih canggih. Mencoba menguak adanya tindakan korupsi dengan audit biasa sama halnya dengan mengikat kuda dengan benang jahit. Auditor memerlukan alat yang lebih canggih dan handal dalam pengungkapan tindakan korupsi. Salah satu pendekatan yang dapat diambil adalah dengan audit investigatif. Perbedaan utama audit forensik dengan audit konvensional sendiri adalah terletak pada mindset (kerangka berfikir). Audit investigatif focus pada area-area tertentu yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam maupun laporan pihak ketiga (tip off) atau petunjuk adanya kecurangan (red flag).
                Audit investigatif yang selama ini telah dilakukan oleh KPK bersama dengan lembaga negara lain seperti BPK, BPKP, PPATK dan Akuntan Publik seperti Pricewaterhouse Coopers. Berikut ini beberapa peran akuntan dalam pengungkapan kasus korupsi dengan menggunakan audit investigatif adalah:
                • Auditor Publik
                Keberhasilan Pricewaterhouse Coopers dalam membongkar kasus Bank Bali. Dengan metode follow the money (mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali) dan in depth interview yang mengarahkan kepada sejumlah pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam kasus tersebut.
                • Auditor BPK
                Auditor BPK dengan software khusus dapat mengungkap penyimpangan BLBI sebesar 84,8 triliyun yang berimbas terhadap beberapa mantan pejabat Bank swasta yang diadili karena mengemplang. Dan juga Auditor BPK dapat mengungkap aliran dana Bank Indonesia sebesar 127,5 milyar kepada Pajabat Bank Indonesia dan beberapa anggota DPR.
                Dua contoh diatas merupakan peran aktif yang dilakukan akuntan sebagai auditor (baik auditor publik dan auditor pemerintah) dalam mengungkap kasus korupsi.
                SEDIKIT PENGETAHUAN TENTANG SPI
                Pengertian SPI
                Sistem pengendalian intern merupakan suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.
                Tujuan SPI
                Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan adanya pengendalian intern:
                1. Menjaga kekayaan organisasi.
                2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
                3. Mendorong efisiensi.
                4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
                Jenis SPI
                Dilihat dari tujuan tersebut maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu:
                1. Pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls)
                Pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit organisasi.
                2. Pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls).
                Pengendalian Administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen.(dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi) Contoh : pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.