1. Pendahuluan
Menurut
UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan
pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga negara tanpa
terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda
penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.
Berkaitan
dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo memandang bahwa
pendidikan pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk
mewujudkan visi ini dibutuhkan dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik
yang profesional (aspek kualitatif).
Ditinjau
dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan guru akan makin
dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki mutu pendidikan
nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru akan bangga dengan
profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai waktu luang untuk belajar. Pada
prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan selalu disebut sebagai conditio
sine qua non (syarat mutlak).
Namun,
pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari aspek kuantitatif
saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini
guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional meskipun kebijakan
pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas
bagaimana etika guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
sesuai denga visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai
bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru
profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan,
dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat
kerjanya.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Etika dan Profesional
Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau
kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah
seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Menurut
K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.
Dari
pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk
tentang perbuatan dan tingkah laku ( akhlak ). Jadi, Etika membicarakan tingkah
laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk
sebagai suatu hasil penilaian.
Adapun
yang dibicarakan dalam makalah ini, yaitu etika profesi, yang menyangkut
hubungan manusia dengan sesamanya dalam satu lingkup profesi serta bagaimana
mereka harus menjalankannya profesinya secara profesional agar diterima oleh
masyarakat yang menggunakan jasa profesi tersebut. Dengan etika profesi
diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat
mempertanggung jawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan
pekerjaannya.
Profesional
adalah merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau
pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut.
Profesional
merupakan suatu profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus
yang menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui
keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Untuk
menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang melakukan pekerjaan dituntut
untuk memiliki beberapa sikap sebagai berikut :
1. Komitmen Tinggi
Seorang
profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang
sedang
dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang
profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya
sendiri.
3. Berpikir
Sistematis
Seorang
yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya
dan belajar dari pengalamannya.
4. Penguasaan Materi
Seorang
profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang
sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian
masyarakat profesional
Seyogyanya
seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan
profesinya.
2.2 Kode Etik Guru
Profesional
Kode
etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional.
Kode
etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan
kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam
proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan
dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik.
Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani
masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung
pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan
teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut
adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru
Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang
pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan
pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada
Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru
Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar
sbagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik
sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dari
sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik
saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
2.2.1 Etika Guru Profesional Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
Pada
butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan
segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam
kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan
perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasonal.
Guru
merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena
itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai
contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari
kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan
kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Dalam
kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan
pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional
taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan
yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya
diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
2.2.2 Etika Guru
Profesional Terhadap Anak Didik
Dalam
Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam
membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat
yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut
wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta
didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam
konteks ini.
Pertama,
guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda
yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan
diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik.
Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya
jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan
perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap
kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan
sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap
premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping
itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan
bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat
orang lain.
Kedua,
guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini,
prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku
peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti,
tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan
kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan
mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga,
hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi
seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan
profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam
kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik,
kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses
perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).
Semua
kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis,
secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi
dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.
Sementara
itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak
hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga.
Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau
perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang
sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada
akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan
di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang
harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.
2.2.3 Etika Guru
Profesional terhadap pekerjaan
Pekerjaan
guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat
memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan
kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat.
Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh
sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan
meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik
Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara
profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri
sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus
menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah
hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang
berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan
dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk
meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu
cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan
lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan
sebagainya.
2.2.4 Etika Guru
Profesional Terhadap Tempat kerja
Sudah
diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan
produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh
lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara
optimal.
Dalam
UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan
fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang
pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan
fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan
Visi Pendidikan Nasional.
Disisi
lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas
yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita
sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa
fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing
anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan
dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para
guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang
membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara
itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan
hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah,
masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.
3. Penutup
Etika profesional
seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode
Etik Keguruan yang telah ditetapkan.
SUMBER :http://antonmath.wordpress.com/etika-profesional-dalam-pendidikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar